CERPEN  

BINTANG YANG BERSINAR Sebuah Cerpen Kisah Nyata Karya Inspiratif Perjuangan Perempuan Berhati Emas

Loading

BINTANG YANG BERSINAR Sebuah Cerpen Kisah Nyata Karya Inspiratif Perjuangan Perempuan Berhati Emas

Bab 1. 1

Foto : Istimewa .

KATA PENGANTAR.
Semoga Kisah ini menjadi sebuah kisah inspiratif yang menjadikan banyak manfaat untuk dunia pendidikan dan menjadi sebuah ‘Literasi’ bagi orang tua pada umumnya juga semua insan dalam bidang phisikologhy saint tekhnologi , kesehatan dan pengetahuan lain , Dimana Cerpen ini adalah sebuah kisah Nyata perjuangan dan cinta serta kasih sayang seorang perempuan (Ibu) berhati emas , walaupun muncul rasa ego terhadap kenyataan yang dihadapi nya namun dirinya secara perlahan mampu menghadapi hal terpahit dalam kehidupan dengan tawakal dan berserah pasrah pada kehendaknya, sehingga semakin tebal keimanan dan rasa menerima (Tuma’ninnah) berserah kepada kemaha besaran Tuhan Yang Maha Esa dengan banyak mensyukuri apa yang telah di anugrahkan kepada nya.

“Selamat Membaca Semoga Bermanfaat Salam Literasi”

BINTANG YANG BERSINAR

Naskah Oleh : Tri Mulyani MPd

Penyunting Naskah : Rahmat Budianto

“BUAH HATIKU”

-Mamad masih enggan untuk berangkat sekolah. Tidak ada kebahagiaan di sana. Yang ada hanya ejekan dari teman – teman karena Mamad belum bisa membaca. Mamad sering kebingungan untuk memahami bentuk huruf yang kadang hampir sama. Bu guru Yulan sering marah karena mamad sering tidak fokus ketika belajar di kelas. Semakin dimarahi semakin bingunglah si Mamad sehingga otaknya serasa kosong tanpa isi. Lantas harus bagaimana?

Pernyataan yang diberikan oleh bu guru Yulan membuat saya serasa kehilangan tulang dan otot, lemas tak berdaya. Bagaimana tidak, bu guru Yulan menyatakan bahwa Mamadku bakal tidak naik kelas. Sebodoh itukah Mamadku? Tidak! Mamadku tidak bodoh, dia pandai. Dia sangat detail ketika mengamati binatang. Dia sangat antusias ketika mengamati gambar, walaupun untuk membaca dia akan minta tolong saya. Dan dia bisa menceritakan kembali dengan sangat lancar dengan menggabungkan dari apa yang dia amati di lingkungan, dia lihat baca di buku serta yang dia dengar dan lihat dari berbagai sumber. Apakah mudah melakukan hal itu untuk anak seusia Mamad?

Hasil konsultasi dengan psikolog diketahui bahwa Mamadku mengalami gangguan disleksia, diskalkulia dan dysgraphia. Modalnya orang belajar terhambat semua. Rasanya seperti tertimpa gunung Semeru. Hampir pingsan rasanya. Namun… tidaklah boleh demikian. Kalau aku pingsan lantas akan bagaimana dengan Mamadku?

Mamad kecil harus pindah tempat belajar yang sesuai, yang bisa memahami kondisinya. MIM PK Kartosuro pilihanku. Dan ternyata pilihanku tepat. Disana sekolah memiliki program tersendiri untuk anak- anak yang istimewa. Mereka dilayani sesuai dengan kebutuhannya. Ditangan Us Rosy, Us Nur, Us Putri mamad menjadi “Bintang Yang Bersinar”, nilai akademiknya luar biasa. Nilai mata pelajaran ada 5 yang diraih dengan sempurna.

BUAH HATIKU

“Saayyyangggg….Ibu,”. Kalimat itu yang selalu ia ucapkan saat sedang kumpul bersama ibunya sebagai ungkapan rasa kasihnya yang terlontar dari lubuk hati yang terdalam cermin sebuah kata mengandung arti ketulusan dari seorang anak kecil yang dapat merasakan sentuhan kasih yang tulus setulus jiwa dan raga ini, Saat terucap kalimat yang menggambarkan ketulusan dari relung hati yang terdalam itu , aku merasakan getaran kalbu yang langsung tersambung pada si pemilik seluruh alam Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang .

Kalimat itu di lontarkan kepada ku dengan spontanitas dan kepolosan yang murni, Sambil dirinya memeluk manja dan mencium pipiku tentu saja. Itulah anaku, Mamad namanya. Dirinya seorang tipe anak yang selalu ceria sebetulnya. Ada saja cerita yang dia sampaikan, yang kadang – kadang lucu dan membuat orang yang mendengarnya tertawa menahan geli.

Mamad anak bungsu dari dua bersaudara. Si kakak seorang perempuan bernama Nisa. Mamad dan Nisa terpaut usia sekitar 6 tahun. Usia mereka terpaut cukup jauh sehingga Mamad sangat manja kalau sama kakaknya. Nisa pun demikian, begitu menyayangi adiknya sehingga si adik mau apa saja selalu dipenuhi.

Mamad termasuk anak yang aktif, selalu bergerak. Mungkin untuk menyakinkan pada dirinya bahwa tubuhnya masih ada. Mungkin juga karena berusaha mencari jawaban atas rasa ingin tahunya yang begitu besar terhadap lingkungan sekitar.

Mamad kecil masuk sekolah Taman Kanak – Kanak pada usia 6 tahun. Di sekolah Mamad kecil tidak memiliki banyak teman. Mamad lebih suka untuk main sendirian. Lebih tepatnya bukan bermain sebetulnya, karena yang dia lakukan bukan berayun di ayunan atau mengambil mobil – mobilan yang ada di kotak mainan yang ada di sekolah.

Tidak juga puzzel dan balok yang ada di ruang bermain. Maupun bermain petak umpet atau kejar – kejaran bersama teman – teman yang lain. Mamad kecil lebih memilih untuk mengejar belalang dan kupu – kupu di kebun kosong samping sekolah. Mencari ulat diantara daun – daun hijau. Atau mengkorek – korek tanah untuk mencari cacing dan semut. Karena asyiknya kadang – kadang lupa untuk masuk kelas sehingga gurunya harus mencari -cari dahulu.

Hari – hari dilalui nya di sekolah dengan datar . Tidak pernah terpancar ada rasa kebahagiaan sebagaimana anak – anak saat baru mulai masuk sekolah pada umumnya awal anak memasuki sekolah akan banyak sekali cerita.

Cerita tentang teman – teman baru di sekolah, cerita tentang pelajaran di sekolah, cerita tentang guru – guru di sekolah. Tetapi tidak seperti itu halnya dengan Mamad kecil. “Wah…, anak ibu sudah pulang, bagaimana tadi sekolahnya Le..?” Tanyaku suatu hari. “hemmm….” Jawabnya sambil mengangkat bahu dan membuka telapak tangannya tanda tidak tahu. “Lah tadi belajar apa sama bu guru?”,ku lanjutkan pertanyaanku. “Entah, ndak ingat.” Jawabnya datar tanpa ekpresi. “Ya ampun Mamad……” jawabku sambil menepuk jidat. Hampir selalu seperti itu responnya setiap kali ditanya tentang belajarnya di sekolah.

Diakhir semester tiba saatnya pembagian hasil belajar selama 6 bulan sekolah. Tidak banyak antri ketika pengambilan hasil belajar. Karena di sekolah Mamad satu guru hanya melayani 10 siswa saja. Saat tiba di sekolah aku langsung menuju kelas mamad. Ku temui ibu gurunya yang sudah menunggu. Di sekolah ini memang kelasnya tidak memakai kursi. Semua siswa duduk di lantai, dengan memakai alas karpet tentu saja.

Aku duduk di depan ustadzah Zada, seorang guru yang selalu mendampingi Mamad saat di kelas. Aku ulurkan tangan untuk bersalaman dan mengucapkan salam. Setelah berbasa basi dengan obrolan, aku bertanya tentang perkembangan Mamad di sekolah. “Us, bagaimana perkembangan Mamad di sekolah?” tanyaku pada us Zada.

“Mohon maaf ibu, mohon dimotivasi lagi ya belajarnya dik Mamad, karena saat di sekolah kurang bersemangat untuk belajar. Lebih banyak diam seperti melamun.” Jawab us Zada. Aku hanya terdiam mendengarkan penjelasan dari Us Zada. Karena saat di rumah pun juga demikian. Saat aku ajak untuk belajar, selalu ada saja alasannya.

Konsentrasinya terbilang pendek. Perhatiannya mudah beralih dari buku pelajaran ke hal – hal lain yang kurang berarti. Us Zada melanjutkan ceritanya. “Saat belajar membaca, mas Mamad sering mengalami kesulitan dalam menghafal huruf – huruf yang hampir sama , misalnya D sama B, Mas Mamad sering keliru melafalkan nya. Demikian pula untuk huruf U dan N, mas Mamad juga kesulitan untuk memahaminya.”

Aku makin terbengong. Kenapa bisa seperti itu ya, pikirku saat itu. Us Zada juga menjelaskan bahwa Mamad sering menutup telinga ketika diajari untuk membaca. Usut punya usut ternyata saat dia diajari untuk membaca teman yang lain ramai sendiri.
Us Zada menjelaskan panjang lebar tentang kondisi Mamad saat belajar di sekolah.

**Cerpen Antalogi ini pernah diterbitkan sesuai tulisan Asli dari pengarangnya di buat dalam sebuah karya tulis pada sebuah buku diterbitkan oleh Yayasan Hidayatul Mubtadin Surakarta **

Bersambung…Bab 1.2

Exit mobile version