EDISI DUA: BINTANG YANG BERSINAR, Cerpen Kisah Nyata Karya Inspiratif Perjuangan Perempuan Berhati Emas

Bab:1.2 BINTANG YANG BERSINAR, Cerpen Kisah Nyata Karya Inspiratif Perjuangan Perempuan Berhati Emas

Ilustrasi

‘Kisah Nyata Karya Inspiratif Perjuangan Perempuan Berhati Emas’

Naskah : Tri Mulyani MPd
Penyunting Naskah : Rahmat Budianto

‘BUAH HATIKU’

“Saayyyangggg….Ibu”. Kalimat itu yang selalu ia ucapkan saat sedang kumpul bersama ibunya sebagai ungkapan rasa kasihnya yang terlontar dari lubuk hati yang terdalam cermin sebuah kata mengandung arti ketulusan dari seorang anak kecil yang dapat merasakan sentuhan kasih yang tulus setulus jiwa dan raga ini”.

EDISI DUA…

“Us Zada menjelaskan panjang lebar tentang kondisi Mamad saat belajar di sekolah. Mamad juga mengalami hambatan dalam bergaul bersama temanya. Sehingga hanya sedikit saja teman bermainnya di sekolah”. Mamad juga mengalami kesulitan dalam menuliskan lambang – lambang huruf, sering terbalik – balik seperti saat membaca.

Mamad memang bukan yang terburuk dikelas. Apa lagi masih Taman Kanak-kanak, pembelajaran dikemas dalam permainan. Mungkin Mamad belum menyukai belajar, pikirku saat itu.

Karena dimotivasi dengan cara apapun hasilnya tetep sama. Tidak suka membaca, tidak suka menulis. Akan tetapi dirinya sangat menyukai pelajaran berhitung. Waktu berlalu begitu saja, 4 semester terlewati. Kala itu untuk belajar di Taman Kanak – kanak (TK) sudah harus berakhir. Tidak banyak perubahan yang dialami Mamad. Hasil belajarnya kebanyakan hanya cukup saja. Tidak ada yang menonjol. Rasa percaya dirinya juga masih minim. Bertemu dengan orang baru juga takut. Apalagi untuk tampil di depan umum.

Ilustrasi

Selepas TK, Mamad kecil masuk ke Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Tepatnya di SDIT Ar Rahman, Sekolah Dasar yang berbasis keislaman yang jarak tempuhnya cukup dekat dari rumah. Di SDIT Ar Rahman , Mamad kecil menempati kelas 1A, dengan siswa sebanyak 29 anak dan satu guru pengampu. Ustadzah Yulandari namanya.

Seperti sekolah pada umumnya, di sekolah SDIT Ar Rahman juga menyelenggarakan masa pengenalan sekolah. Para siswa dikenalkan dengan lingkungan sekolah juga dengan guru – guru yang akan membimbing mereka selama bersekolah di sekolah tersebut.

Masa pengenalan sekolah telah berlalu, dan masa untuk belajar sudah dimulai beberapa waktu. Namun buku tulis yang saya bawakan untuk Mamad baru berbekas beberapa kata saja setiap harinya. Buku tugas juga hanya beberapa nomer saja yang terisi.
Di group Whastaap (WA) para orang tua membicarakan tentang Pekerjaan Rumah, tetapi di buku tulis Mamad kosong, tidak ada tulisannya. Akhirnya aku berinisiatip memberanikan diri meminta kerelaan sesame orang tua untuk memfotokan tugas tersebut.

‘TAK ADA KATA UNTUK MENYERAH’..
Demi sibuah hati , Saya memcoba konfirmasi kepada sang guru, dan meminta untuk memfotokan catatan hari itu. Saat belajar di rumah memang masih terkendala dengan membaca. Sedikit terhambat dalam menghafal huruf, sehingga membacanya kurang lancar. Namun ketika materi itu saya sampaikan kemudian saya beri pertanyaan berdasarkan materi tersebut, dia bisa menjawab semua soal. Tapi kenapa kalau di sekolah tidak bisa?!”
“Le…, Bagaimana sekolahnya tadi, belajar apa?”, tanyaku di suatu kali. “hem….?!” , jawab mamad sambil mengangkat bahu dan membuka telapak tangan. “Kok hmm…, Gimana to le, la tadi belajar apa sama bu Yulan?”, tanyaku menyelidik . “Entah…, ndak ingat!”, jawabnya. “Walah… kok gak ingat gimana to le?!” ,tanyaku makin penasaran. Namun tetap aku tidak menemukan jawaban.

Hari – hari berlalu seperti biasa. Tidak banyak perubahan yang terjadi. Setiap hari pergi berangkat sekolah, kemudian siang hari pulang. Rutinitas setiap hari. Namun tidak banyak yang bisa Mamad ceritakan. Setiap kali saya tanya kegiatan di sekolah hanya di jawab dengan mengangkat bahu sambil membuka telapak tangan. Sampai tiba waktunya untuk pembagian hasil tes tengah semester. Saya memenuhi panggilan untuk datang ke sekolah dan menemui bu Yulan.

Tidak perlu antri karena ternyata yang datang tidak bersamaan. Saya duduk di kursi di depan bu Yulan yang memang sudah disediakan. Setelah mengucapkan salam dan bersalaman saya menanyakan tentang Mamad di sekolah. “Bagaimana perkembangan belajar Mamad bu Yulan?” tanyaku kala itu. “Ini bu.., hasil belajar mas Mamad..! Ini semua murni nilai tes saja, ada beberapa mata pelajaran yang belum tuntas bu”, Semoga kedepan bisa diperbaiki!”. Jawab bu Yulan. Kemudian bu Yulan melanjutkan ceritanya. “Ibu kenapa ya, mas Mamad itu kalau di kelas sering melamun, sering tidak focus pada pelajaran. Mohon tolong kalau di rumah dimotivasi ya!” , Saya hanya manggut – manggut saja mendengar penuturan bu Yulan.

Dalam hati membenarkan semua ucapan bu Yulan. “Di sekolah lebih banyak diam, Saat istirahat juga lebih sering di dalam kelas.” Lanjut bu Yulan. “Bu Yulan juga menyampaikan kalau kontrol pipisnya juga kurang baik”. Sering bilang pipis dan ke kamar kecil ketika celananya sudah basah.
“Ya Tuhan…!”, rasanya seperti mendapat pukulan bertubi – tubi , Apa sebenarnya yang terjadi dengan Mamad kecilku?, Kenapa semakin tambah usia justru semakin menipis kemandiriannya?, gumanku, Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benakku. Akhirnya saya permisi untuk pulang.

Ilustrasi

Disepanjang jalan terus terngiang – ngiang semua yang disampaiakan bu guru Yulan padaku. Sudah beberapa bulan berlalu sejak pertemuanku dengan bu guru Yulan. Tidak banyak yang bisa aku lakukan selain menasehati. Bagaimana pun dia masih anak – anak , pikirku saat itu.
Selain itu aku juga disibukkan oleh pekerjaan. Aku harus kerja keras banting tulang untuk menghidupi kedua buah hatiku. Sehingga perkembangan Mamad kecil kurang begitu mendapat perhatianku.

Hingga tiba waktunya saya mendapat undangan untuk pengambilan hasil belajar semester gasal. Saya temui bu guru Yulan di kelas. Setelah mengucap salam dan berjabat tangan, bu guru Yulan menyerahkan selembar kertas berisi nilai – nilai hasil belajar Mamadku. Tidak banyak perubahan yang terjadi. Ada beberapa nilai yang tidak tuntas, namun sudah diberi remisi katanya. Kebiasaan di sekolah juga masih belum bisa beradaptasi dengan teman – teman. Masih lebih banyak sibuk sendiri di dalam kelas. Sibuk dengan mainannya atau sibuk berimajinasi, seperti orang mendongeng.

DESKRIPSI : BINTANG YANG BERSINAR

“BUAH HATIKU”
Tri sangat mencintai anak- anaknya sama seperti seorang ibu yang lain, bagaimana dirinya memperjuangkan untuk bisa membentuk Mamad menjadi anak laki-laki yang normal bahkan punya kelebihan dan membanggakan seperti anak laki pada umumnya , Dimana Mamad adalah sosok seorang anak disabilitas yang memerlukan perhatian secara khusus (inklusi) dimana Mamad mempunyai kemampuan kurang dalam hal kemandirian dan daya konsentrasi , serta mudah droup terutama pada saat jiwa dan pemikiran nya tertekan , ia akan mudah trauma saat emosi yang muncul dalam diri nya tak dapat ia kendalikan.

Mamad juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak lain seusianya di mana ia memiliki Nilai Kecerdasan IQ 130 , ketertarikan nya kepada hewan dan lingkungan nampak pada saat dia melakukan pengamatan (odservasi) yang mendalam tentang proses perkembangan ulat menjadi kupu kupu, keberadaan kura kura saat keluar dari kolam dan lainnya.

Dengan tekat dan rasa kasihnya tri berjuang seorang diri untuk memberikan dedikasinya serta perhatian kepada putra nya Mamad dengan terkadang di bantu putrinya Nisa yang juga memberikan perhatian kepada Mamad sebagai adik satu satunya.

Dibuatnya cerpen kisah nyata ini dengan harapan menjadi tambahan literasi bagi semua terutama bagaimana cara menerapkan Sistem belajar ‘Inklusi’ yang benar benar tepat sasaran sehingga tujuan untuk menjadi anak anak kita menjadi anak yang berguna dengan kemanfaatan dan kemaslahatan untuk orang banyak bahkan untuk umat dan Negara , Minimal kemampuan kemandirian dalam menghadapai dan memecahkan persoalan yang dihadapi nya. Cerpen ini sangat Bagus di baca oleh semua orang dan juga tenaga pendidik khusus nya pada kurikulum untuk kelas Inklusi dan kurikulum Merdeka serta untuk masyarakat pada umumnya. (Tamat).

Bersambung .. BAB II.

**Cerpen Antalogi ini pernah diterbitkan sesuai tulisan Asli dari pengarangnya di buat dalam sebuah karya tulis pada sebuah buku diterbitkan oleh Yayasan Hidayatul Mubtadin Surakarta **

Exit mobile version