Penulis : Sultan Patra Kusumah VIII
Sebuah sistem mungkin masih bisa dirubah, karena system merupakan alat yang masih bisa direkonstruksi kembali berdasarkan penataan maupun strategi yang lahir dari gagasan para pakar dari management yang menjalankannya.
Dari penjelasan tersebut, terlihat jelas bahwa peran manajemen semakin penting dan besar dalam mensikapi serta menindaklanjuti suatu kebijakan. Namun akibat yang paling fatal adalah ketika manajemen sudah tidak bisa direkonstruksi kembali dan sudah mengarah kepada kepentingan- kepentingan pribadi, dan legalitas yang dijalankan tidak ada kejelasannya secara permanen. Salah satunya sistem politik di beberapa Negara yang menganut terhadap trust dan kepercayaan, baik itu secara sistem republik maupun demokrasi.
Tetapi sayangnya sistem tersebut ternyata tidak begitu maksimal, jika dibandingkan dengan sistem sistem yang ada di beberapa negara, misalkan adanya sistem turun temurun dari mulai kerajaan maupun kesultanan, seperti Inggris, maupun Thailand dan juga Brunei Darussalam, dimana dalam sejarah perjalanannya tidak menuai kontroversi.
Namun kita bisa bayangkan bila manajemen yang dijalankan dalam sistem pemerintahan berdasarkan acuan dan peraturan politik, sejauh ini selalu menuai kontrversi sehinggga bukan rahasia lagi banyak partai politik yang ada di NKRI justru mengesampingkan nilai-nilai manajemen yang mengacu pada keluhuran budaya.
Misalnya, kejamnya politik sangat berisiko dan mengarah pada ketentuan yang tidak mengenal halal dan haram, benar atau salah, sehingga bisa berakibat terjadinya gesekan, maupun ruang penghakiman yang tidak mengenal siapapun, baik itu di luar maupun di dalam, bahkan sekalipun di keluarganyan sendiri.
Maka, dalam hal ini partai politik yang ada di Indonesia yang dijelaskan atas membuktikan harus adanya rekonstruksi terhadap sitem politik, atau setidaknya membatasi banyaknya partai, dan pemerintah juga harusnya tidak mempermudah terbentuknya partai politik, yang pada ujungnya berbuntut hal yang dianggap negative secara public.
Pemerintahan harus melakukan system rekonstruksi secara kebijakan tentang pembentukan dan legalitas partai politik di Negara kita Indonesia.
Menurut saya, Pemerintah terlalu banyak mengeluarkan ijin dan mempermudah seseorang/tokoh untuk membuat manajemen dalam pendirian partai, yang di dalmnya berisikan mekanisme dalam menjalankan sistem politik itu, sehingga terbentuknya dan banyaknya partai-partai politik tidak berpengaruh terhadap azas-azas yang menghasilkan permusywaratan, tetapi justru menghasilkan kontroversi dan terpecah belahnya paham yang tidak sama.
Padahal kita mempunyai tujuan yang sama yaitu Negara Republik dan Demokrasi. Namun sayangnya, dari beberapa partai politik yang ada di negara Indonesia belum ada yang bisa membuktikan bahwa dirinya adalah menganut dalam azas azas yang berdasarkan politik itu sendiri, bahkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga mereka pun hanya petinggi-petingginya yang tahu.
Jika demikian, mau dibawa kemana demokrasi ini, dan mau dibawa kemana bangsa yang besar ini. Mereka mungkin belum bisa menjawab, tidak seperti di Amerika, dimana hanya ada dua partai, yakni Partai Republik dan Partai Demokrat. Itulah yang terjadi, dan itulah kenyataan yang sebenarnya.
Dhal ini, rekonstruksi sistem itu masih bisa diperbaiki, namun rekontruksi manajemen susah untuk diperbaiki karena manajemen adalah bagian dari pada yang menjalankan sistem tersebut. Sistem itu bisa diubah dan bisa direkonstruksi berdasarkan manajemen -manajemen dari pakar pakar hokum, pakar-pakar ekonomi, pakar -pakar , dan maupun orang yang mempunyai pengetahuan lebih, sehingga menjadikan negara ini lebih baik, makmur dan memiliki tujuan yang sama, walaupun beda paham tetapi satu rasa dan satu keinginan dalam kemajuan berbangsa dan bernegara.
Politik yang membuat konflik berkepanjangan, dan politik juga yang membuat banyaknya permusuhan,juga politik yang membuat kita menjadi berbeda paham tetapi tidak satu rasa. timbulnya rasa ‘ ku ingin maju’. Bukan dari azas-azas yang mengatur juga yang diatur berdasarkan sistem dan peraturan politik, yang mengatur dan yang menganut terhadap azas-azas Pancasila, berbangsadan bernegara terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa juga Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Apakah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu masih ada?? atau motto Bhineka Tunggal Ika masih tumbuh di hati kita, masih dirasakan oleh setiap warga negara kita untuk mau berjuang dan mau berkorban demi bangsa dan negara Republik Indonesia?.
Apakah kita masih punya rasa malu, apakah kita juga masih punya kemauan tentang adanya kemajuan, juga malunya kita oleh negara-negara yang melihat kita dan mentertawakan kita dikala sistem yang kita pakai berjalan dengan tidak sejajar, sehingga menimbulkan konflik-konflik yang dianggap kecil bagi mereka, melainkan besar bagi dunia.
Sungguh sangat disayangkan Negara Republik Indonesia yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai negara Republik Indonesia yang tumbuh subur dan makmur atas kekayaan nya, kini hanyalah cerita belaka entah siapa dan oleh siapa ini bisa terjadi, apakah karena kemajuan jaman atau kemajuan-kemajuan orang yang pintar dalam membuat sistem membodohi orangporang yang bodoh.
Kami tidak mempunyai kepentingan, kami tidak mempunyai keinginan, tetapi kami hanya punya kemauan yaitu bersatulah menjalin kesatuan dan persatuan, sehingga dapat terlaksana dan terwujud segala aspek- aspek yang positif menyangkut legalitas- legalitas, juga menyangkut prinsip-prinsip hidup yang jelas dan bertujuan yang sama dalam menegakkan hukum juga memajukan negara dan bangsa kita sendiri.
Kenapa harus ada politik kalau mau kita saling berdebat, dan kenapa harus ada partai politik kalau kita harus ada permusuhan. Jawabannya hanya satu rekontruksi system-sistem dan perbaiki manajemen- manajemen yang telah dibuat sebelumnya, sehingga tidak adanya amandemen- amandemen yang sudah dinyatakan benar sebelumnya.
Dan perlu kita ketahui bahwa partai politik itu sesungguhnya tidak punya hak dalam segi penanganan, melainkan hanya pengawasan dan perancang undang-undang atau peraturan peraturan yang akan diberlakukan sesuai keputusan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat maupun dari Presiden, atau tuntutan-tuntutan orang eksekutif maupun yudikatif lainnya.
Partai politik pula mempunyai hak dan kewajiban untuk memberikan data-data atau mendapatkan hak untuk kursi kedudukannya masing-masing sesuai kriteria atau sesuai persyaratan -persyaratan yang memenuhi syarat. Dan sayangnya dari beberapa amandemen baik itu dari undang-undang 1945 atau dari butir-butir Pancasila, sepertinyabelum mencapai sasaran yang tepat, bahkan belum diimplementasikan secara benar.
Ketika keputusan partai partai politik sudah seolah-olah menjadi pengendali dari terjadinya pemilihan pemilihan baik itu dari mulai tingkat daerah provinsi bahkan ke tingkat presiden sekalipun, dan seolah-olah partai politik menguasai segalanya. Dan sayangnya di negara kita ini mungkin hebat bagi mereka yang mempunyai kepentingan berperan memberikan statement-statement bahwa ke depannya kita akan lebih maju untuk memajukan Negara Republik Indonesia.
Dengan adanya korupsi atau kolaborasi juga dukungan resmi dari tiap-tiap partai politik
yang dianggapnya sebagai tumpangan sebagai perahu dari pada jalannya lajur politik negara Republik Indonesia. Padahal dalam undang-undang yang sudah diamandemen beberapa yang perlu diimplementasikan dari pasal-pasal yang sudah jelas-jelas tertera sebagai erikut.
PancasilaSila 4, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Butir Pancasila, membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan, maka hakikat dari arti sila ke-4 tersebut dibahas sebagai berikut sila ini adalah demokrasi dan demokrasi dalam arti umum yaitu Pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pasal 4
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
PASAL 1
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.Negara Indonesia adalah negara hukum.
PASAL 2
Amandemen Pasal 4
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. (Amandemen Keempat)Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
PASAL 4
Bab III Kekuasaan Pemerintah Negara
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
PASAL I (ATURAN TAMBAHAN)
Amandemen Pasal 4
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.
(Amandemen Keempat) namun sayangnya implementasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat dalam butir butir Pancasila juga sila ke-4 dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat ketika kita lihat dari segi pendapat hukum secara politik dari rakyat, apakah selama ini orang-orang yang dipilih oleh rakyat sendiri pernah berbicara terhadap rakyat- rakyatnya tentang apa yang harus dimusyawarahkan dan apa kemauan kita sendiri karena tegaskan dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat dan wujudnya damai tentram dan sejahtera dalam rangka menjalin persatuan dan kesatuan dalam implementasi hikmatnya dan kebijaksanaan.
Maka dalam hal ini perlu diketahui fungsi partai politik bukanlah penguasaan melainkan pengawasan karena tupoksi yang menjadikan dasar untuk penguasaan adalah orang-orang yang duduk di dalam ketahanan misalkan TNI Polri maupun yudikatif sebagai penambah daripada hukum yang terjadi atau pengamat daripada hxukum yang terjadi agar tidak berbenturan. Seperti sekarang ini polisi berperang melawan TNI walaupun secara satu persatu, tetapi itu akan memicu perang secara institusi dan itu menjadikan perang terbuka seperti yang terjadi.( red ).
Sumber : strategi.co.id