JAKARTA, LDN – Krisis kepemimpinan sekarang ini merata, nyaris menyentuh hampir semua lembaga negara, bahkan juga lembaga-lembaga masyarakata yang relatif otonom terhadap negara.
Indikasinya, kita sulit menemukan sosok pemimpin yang berkarakter ideal, yaitu efektif, dapat dipercaya, dan menjadi sosok yang patut diteladani.
Banyaknya Kepala Daerah, seperti Bupati, Walikota, bahkan hingga Kepala Desa yang masuk bui, karena melakukan pelanggaran hukum maupun tindak indisipliner sebagai apararut sipil negara. Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan keadaan bangsa ini.
Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Suriyanto, PD, mengatakan, bangsa ini hampir berada pada titik nadir. Berbagai persoalan bangsa ini mengemuka justru akibat perilaku atau mental pemimpinnya, seperti koruptif, manipulatif, ataupun mengangkangi peraturan perundang – undangan.
Menurutnya, semua pemimpin di semua lini, hanya mengedepankan cara berfikir rasional subyektif, atau rasional instrumental. Karena rata-rata mereka terbukti hanya mengedepankan kepentingan pribadinya, atau sekedar hanya menjadi alat dari hasrat subyektifnya sendiri, keluarga atau kelompoknya.
“ Ini sungguh memprihatinkan. Banyaknya pemimpin daerah yang terjerat kasus hukum mengindikasikan hal tersebut. Banyak faktor yg membuat para Kepala Daerah tersandung hukum. Atau ditingkat desa misalnya , para Kepala Desa selama ini banyak yang terpilih karena sebagai sosok tetua kampung atau turun adat dan sebagainya,” tutur Suriyanto
Cara pandang seperti itu, menurut Suriyanto, seharusnya dihilangkan. Di era perkembangan zaman yang semakin ketat persaingan sudah hampir tak layak bila kepala desa dipilih atau dicalonkan secara tradisional.
Apalagi saat ini, lanjutnya, anggaran desa sudah ada. Apa jadinya jika pemimpin daerah yang diangkat secara tradisional, dan tidak memiliki kompentensi, dapat mengelola anggaran dan menjalankan roda pembangunan sesuai aturan perundang undangan yang telah ditetapkan.
Untuk itu, perlu adanya reformasi birokrasi secara menyeluruh, termasuk di desa, sehingga nantinya, bisa melahirkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan akuntabel. Sebagai aparatur sipil negara, mereka bisa menjalankan tugas kyang diembannya dengan baik.
“ Menurut saya, proses kepemimpinan di daerah terutama di desa, harus dirubah. Masyarakat harus diberi penyadaran bagaiamana melalukan proses regenerasi kepemimpinan dengan baik dan benar. Bila perlu, ditetapkan saja seperti daerah perkotaan dengan mengedepankan prinsip prinsip kompetensi, atau diambil dengan jabatan karir seperti camat dari birokrat yang paham dgn pemerintahan,” tambahnya.
Bila pola pernerapannya seperti itu, diharapkan akan lahir pemimpin yang profesional dan mengerti tentang tata kelola pemerintahan.
Selain itu, harus melewati tahapan litsus, agar kasus kasus penggunaan ijazah palsu tidak terjadi. Dan mereka diwajibkan mengikuti Lemhanas.
“ Bila Indonesia ingin maju maka semua instrumen di pemerintahan desa kabupaten dan kota harus benar benar orang orang yang mumpuni dan memenuhi persyaratan, yang bisa maju jadi calon pemimpin bukan calon pemimpin yang hanya tau menghabiskan uang rakyat,” tandasnya.
Pemerintah Pusat harus membuat suatu formula, terkait proses regenerasi kepemimpinan di daerah. Kini saatnya semua pihak, yang peduli harus berani menyerukan suatu perubahan untuk menuju tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa, tidak koruptif, dan bisa menjadi sandaran bagi rakyat.
( Jgd )
Referensi berita Inovasi.web.id