Menjaga Esensi Toriqoh di Tengah Arus Organisasi
Oleh: Rahmat Budianto
Toriqoh, sebagai jalan ruhani menuju kedekatan dengan Allah SWT, sejatinya adalah urusan personal antara hamba dan Tuhannya. Dalam praktiknya, ia melibatkan hubungan batiniah yang dalam antara seorang murid (salik) dan mursyidnya. Namun, di era modern ini, muncul pertanyaan yang cukup mengemuka: apakah toriqoh membutuhkan organisasi? Dan sejauh mana peran organisasi dalam menjaga atau justru mengganggu esensi perjalanan ruhani tersebut?
Dimensi Ruhani: Jalan Sunyi Menuju Tuhan
Secara esensial, toriqoh tidak memerlukan organisasi besar atau struktur formal yang rumit. Sebab, yang paling utama dalam perjalanan ini adalah tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa), dzikir yang kontinu, dan praktik suluk di bawah bimbingan mursyid yang memiliki sanad keilmuan dan ruhani yang bersambung kepada Rasulullah SAW. Tradisi awal tasawuf bahkan menunjukkan bagaimana para sufi besar justru memilih jalan sunyi—hidup dalam kesederhanaan, menjauh dari keramaian, dan fokus dalam kontemplasi batin.
Dalam kerangka ini, organisasi berpotensi menjadi distraksi jika justru menonjolkan hierarki, popularitas, dan agenda-agenda duniawi. Jika tidak berhati-hati, struktur organisasi bisa menjelma menjadi arena kekuasaan yang menjauh dari tujuan utama: mendekatkan diri kepada Allah.
Dimensi Sosial: Menjaga Warisan Ruhani
Namun, di sisi lain, kita tidak dapat menutup mata terhadap kebutuhan akan struktur organisasi dalam menjaga kesinambungan ajaran toriqoh. Dalam konteks sosial, organisasi memiliki peran penting: menjaga kemurnian ajaran, memastikan keberlangsungan silsilah mursyid yang sah, melakukan kaderisasi, dan menyebarkan nilai-nilai tasawuf ke masyarakat luas secara lebih sistematis dan legal.
Organisasi juga menjadi wadah yang sah di hadapan negara dan masyarakat. Legalitas ini penting, agar ajaran toriqoh tidak disalahpahami atau disusupi oleh paham-paham menyimpang yang mengaku sebagai bagian dari tasawuf. Melalui organisasi yang sehat, komunitas dzikir dapat tumbuh, berkembang, dan berkontribusi positif terhadap kehidupan sosial dan spiritual umat.
Keseimbangan: Antara Jalan Ruhani dan Jalan Organisasi
Dalam kehidupan modern yang kompleks, menjaga keseimbangan antara esensi dan eksistensi adalah kunci. Organisasi diperlukan, tetapi jangan sampai ia menutupi ruh perjalanan toriqoh itu sendiri. Struktur harus menjadi pelayan ruhani, bukan menjadi pusat perhatian. Sebuah organisasi toriqoh idealnya memfasilitasi penyucian jiwa dan menumbuhkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya—bukan justru menumbuhkan fanatisme buta terhadap tokoh atau lembaga.
Toriqoh tetap harus menjadi jalan sunyi, meski ia berada dalam keramaian. Maka, keberadaan organisasi mestilah diarahkan untuk memperkuat pembinaan spiritual, bukan sebatas simbol dan administrasi. Dalam konteks ini, peran mursyid sangat menentukan: ia harus mampu menjaga keseimbangan antara tugas ruhani dan amanah sosial dalam bingkai kelembagaan.
Toriqoh tidak lahir dari organisasi, namun organisasi bisa menjaga toriqoh agar tetap berjalan di relnya. Esensinya tetap pada hubungan ruhani yang intim antara salik dan Tuhan, namun eksistensinya bisa dijaga melalui sistem yang tertib. Keseimbangan inilah yang harus terus kita jaga agar toriqoh tetap menjadi cahaya bagi umat di tengah gelapnya zaman.