Menitipkan Optimisme Kepada Pemimpin Pilihan Rakyat

Menitipkan Optimisme Kepada Pemimpin Pilihan Rakyat

Debat calon presiden dan wakil presiden telah berakhir. Visi, misi, dan program telah dipaparkan oleh para calon, Saatnya para calon pemilih menentukan pilihannya. Pelaksanan pesta demokrasi tahun 2024 tinggal menghitung hari. 14 Februari 2024 yang akan datang adalah masa pemungutan suara. Semua warga negara Indonesia yang telah memiliki hak pilih, memiliki hak untuk menyalurkan suaranya dalam menentukan siapa presiden dan wakil presiden 2024-2029, pemimpin pilihan rakyat.

Suara kita akan sangat menentukan bagaimana proses pembangunan di negara Indonesia tercinta ini, termasuk pembangunan dalam bidang pendidikan.
Sesuai tahapan Pemilu 2024, 15 Februari – 20 Maret 2024 adalah rekapitulasi hasil penghitungan suara dan 20 Oktober 2024 adalah pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden.

Itu artinya bangsa Indonesia telah memiliki presiden dan wakil presiden pilihan rakyat. Ada optimisme besar yang diharapkan masyarakat pasca pemilu nanti, antara lain terpilihnya pemimpin yang adil, amanah, serta mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk lahir pemimpin yang lebih peduli terhadap dunia pendidikan.

Sejatinya menjadi pemimpin bukan hanya kemampuan leadership, namun harus memiliki kekuatan keimanan dan takwa. Pemimpin harus menjadi teladan, bisa bekerja sebagai pelayan rakyat, pemimpin bukan penikmat serta pengambil hak dan uang rakyat. Apalagi dalam situasi budaya korupsi yang luar biasa. Ketika seorang pemimpin tidak memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat, ada banyak kekhawatiran. Pemimpin tidak bisa keluar dari situasi yang tidak menguntungkan, tertekan berbagai kepentingan, dan rasa cinta terhadap kursi jabatan kian menggila.

Sebagai bagian dari ikhtiar menitipkan optimisme kepada pemimpin pilihan rakyat, pemimpin bisa belajar dari gaya kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab ra. Beliau tampil menjadi figur pemimpin adil serta dicintai rakyatnya. Syaikh Khalid Muhammad Khalid sebagaiman dikutip Cholis Akbar (2014) menarasikan bagaimana kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab ra sebagi berikut.

Umar bin Khattab ra. adalah sosok pemimpin yang tidak banyak rekayasa pencintraan terhadap dirinya. Beliau hadir dan menjadi solusi nyata dalam setiap persoalan yang menimpa seluruh rakyatnya. Beliau memiliki lima gaya kepemimpinan yang dapat dijadikan pelajaran pemimpin saat ini dan masa yang akan datang.

Pertama, Musyawarah Umar bin Khattab ra. tidak pernah memposisikan dirinya sebagai penguasa. Ia meletakkan dirinya sebagai manusia yang sama kedudukannya dengan anggota masyarakat lain. Ketika ia meminta pendapat mengenai satu urusan, ia tidak pernah menunjukkan bahwa ia adalah pemegang kekuasaan. Umar selalu menanamkan perasan bahwa mereka adalah guru yang akan menunjukkannya ke jalan kebaikan, menyelamatkannya dari kesengsaraan hisab di akhirat, karena mereka membantunya dengan pendapat-pendapat mereka untuk memperjelas kebenaran.

Kedua, APBN untuk Rakyat. Semua kekayaan negara dipergunakan untuk melayani rakyat. Kala itu, sesuai kebutuhan jaman. Umar mendirikan tembok-tembok dan benteng untuk melindungi kaum Muslimin. Umar juga membangun kota-kota untuk kesejahteraan seluruh rakyatnya. Umar tidak pernah berpikir mengambil kesempatan atau keuntungan dari APBN untuk kesenangan diri dan keluarganya. Umar hidup dengan sangat zuhud, sehingga tidak tertarik dengan kemewahan, kenikmatan dan segala bentuk pujian manusia yang mudah kagum dengan harta benda.

Ketiga, Menjungjung tinggi kebebasan. Dalam satu muhasabahnya, Umar berkata pada dirinya sendiri, Sejak kapan engkau memperbudak manusia, sedangkan mereka dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka?. Menurut Umar, semua orang memiliki kemerdekaan sejak lahir ke dunia. Umar sama sekali tidak takut akan kebebasan bangsanya, tidak pula khawatir akan mengancamnya, bahkan ia mencintai kebebasan manusia itu sendiri, seperti cinta seorang yang mabuk kepayang serta menyanjungnya dengan penuh ketulusan.

Pemahaman kebebasan menurut Umar sangat sederhana dan bersifat universal. Kebebasan menurutnya adalah kebebasan kebenaran. Artinya, kebenearan berada di atas semua aturan. Kebenaran apa itu? Tentu kebenaran Islam, bukan kebenaran kebebasan yang disandarkan pada logika liberalisme.

Keempat, Siap mendengar kritik. Suatu hari Umar terlibat percakapan dengan salah seorang rakyatnya, orang itu bersikeras dengan pendapatnya dan berkata kepada Amirul Mukminin, Takutlah engkau kepada Allah. Dan, orang itu mengatakan hal itu berulang kali. Lalu, salah seorang sahabat Umar membentak laki-laki itu dengan berkata, Celakalah engkau, engkau terlalu banyak bicara dengan Amirul Mukminin! Menyaksikan hal itu, Umar justru berkata, Biarlah dia, tidak ada kebaikan dalam diri kalian jika kalian tidak mengatakannya, dan kita tidak ada kebaikan dalam diri kita jika tidak mendengarnya.

Kelima, beliau terjun langsung mengatasi masalah rakyatnya. Di kalangan umat Islam Umar adalah sosok pemimpin yang benar-benar merakyat. Tengah malam, saat orang terlelap, ia justru patroli, mengecek kondisi rakyatnya. Jangan-jangan ada yang tidak bisa tidur karena lapar, begitu mungkin pikirnya. Begitu ia menemukan seorang ibu yang anak-anaknya menangis karena lapar, sedangkan tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak dan disuguhkan. Dengan segenap daya Umar pergi ke baitul maal dan memikul sendiri sekarung gandum untuk kebutuhan makan keluarga tersebut.

Beliau bekerja atas dasar iman, sehingga tidak ada yang didahulukan selain iman, takwa dan kesejahteraan rakyatnya. Ia blusukan malam hari, bukan siang hari apalagi hanya sekedar dilihat orang biar viral.

Ketika lima gaya kepemimpinan tersebut diimplementasikan pemimpin pilihan rakyat di pemilu 2024 nanti, kita optimis dan percaya, kemakmuran, kesejahteraan, dan layanan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh akan terwujud. No teacher no education, no education no economic and social depelopment.

Penulis : Nana Suryana
Dosen Prodi PGMI IAILM Suryalaya Tasikmalaya