MUHASABAH DI TAHUN BARU 2024 ‘Momentum Tahun baru Jadikan semangat baru dalam peningkatan kualitas diri’

Loading

MUHASABAH DI TAHUN BARU 2024
‘Momentum Tahun baru Jadikan semangat baru dalam peningkatan kualitas diri’

Oleh : Ustadz Nana Suryana MPd.

Dosen PGMI IAILM Pondok Pesantren Suryalaya

Ustadz Nana Suryana MPd , Dosen PGMI IAILM Pondok Pesantren Suryalaya.

Bersyukur kepada Allah SWT, kita telah memasuki tahun baru 2024. Tahun baru yang akan membawa semangat baru dalam peningkatan kualitas diri. Di moment ini kita terus melakukan muhasabah, yakni menghitung kedirian kita atau introspeksi atas apa yang kita lakukan selama satu tahun yang lalu, sehingga dapat menjadi pijakan kita dalam melangkah tahun-tahun berikutnya.

Allah SWT berfirman hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan ( Surat Al-Hasyr (59) ayat 18).

Dalam rangka muhasabah, pantas kiranya kita mengingat kembali pesan Sayyidina Ali karramallahu wajhah, sebagaimana termaktub dalam kitab Nashaihul Ibad karya Ibnu Hajar al-Asqalani Jadilah manusia yang paling baik di sisi Allah, dan jadilah manusia yang paling jelek dalam pandangan dirimu, serta jadilah manusia biasa di hadapan orang lain.

Pesan ini memberikan arahan yang sangat luar biasa bagi kita umat Islam dalam mengarungi kehidupan dunia, demi memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pertama, kita diharapkan terus meningkatkan ketakwaan dan amal kebaikan di hadapan Allah SWT. Sehingga kita bisa menjadi manusia yang baik di sisi-Nya.  Kerena sejatinya sebaik-baik bekal adalah takwa. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (Surat Al-Baqarah (2) ayat 197).

Kedua, kita harus merasa kurang atas amal kebaikan yang kita lakukan dengan terus merasa diri kita jelek. Hal ini bukan berarti merendahkan diri, namun untuk menjauhkan kita dari sikap ujub (sombong), riya (pamer), dan sumah (mengharap pujian orang lain).

Ketiga, kita harus menundukkan diri di hadapan orang lain dengan tidak merasa lebih baik. Mungkin banyak di antara kita ketika melihat orang lain, merasa dirinya lebih baik atau lebih mulia.
Pertanyaan kemudian bagaimana agar kita mampu mendorong diri untuk terus berbuat kebaikan tersebut? Dalam hal ini Syekh Abdul Qadir al-Jailani QS. memiliki tips yang dapat kita lakukan dalam kehidupan.

Pertama, jika kita melihat orang lain hendaknya kita memandangnya bahwa dia memiliki kelebihan daripada diri kita sendiri, mungkin dia lebih bertakwa, lebih banyak amal kebajikannya, lebih tinggi derajatnya di hadapan Allah SWT.

Kedua, jika kita melihat anak kecil atau lebih muda, jangan kita merasa lebih baik darinya. Katakanlah, Mungkin dia dosanya lebih sedikit daripada diriku, karena umurnya lebih sedikit dariku.

Sebaliknya jika kita melihat orang lebih tua, hendaknya kita melihat bahwa dia telah berbuat kebaikan lebih banyak dari diri kita.
Ketiga, jika kita melihat orang alim, orang yang memiliki ilmu, hendaknya kita menilainya dia memiliki cara yang baik dan benar mengamalkan pengetahuannya dan telah berbuat kebaikan dengan ilmunya tersebut.

Sebaliknya jika kita melihat orang bodoh, hendaknya kita katakan, Mungkin dia berbuat dosa atau salah akibat ketidaktahuannya, sementara kita lebih berdosa karena berbuat salah pengetahuan pengetahuan yang kita miliki.

Orang bodoh berbuat salah bisa jadi karena ketidaktahuannya, sementara orang alim (memiliki pengetahuan) berbuat dosa bukan karena tidak tahu. Ilustrasi sederhana yang mungkin dapat kita pakai, siapakah yang bisa berbuat korupsi? Tentu ia yang memiliki akses, pengetahuan bagaimana mengambil dan memanfaatkan uang tersebut untuk dirinya atau golongannya.

Bukan orang yang tidak memiliki pengetahuan bagaimana menyelewengkan uang negara.
Instrospeksi diri bukan hanya dilakukan sekali, namun harus menjadi bagian yang tertanam dalam kehidupan kita sehari-hari.

Muhasabah adalah cara mengendalikan hidup kita, yang akan memiliki efek luar biasa pada diri kita, keluarga, dan lebih luas lagi pada masyarakat. Keteledoran kita untuk melakukan introspeksi bukan hanya dapat mengakibatkan kerusakan pada kehidupan kita, tetapi juga kehidupan yang lebih luas yakni keluarga dan masyarakat.

Rasulullah SAW bersabda: Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah (HR Ahmad).

Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mampu terus introspeksi dan berbenah diri. Sehingga kita mampu menjadi tahun 2024 sebagai tahun peningkatan kualitas keiman dan ketakwaan kepada Allah SWT.