TERLAMBAT MENYADARI : BINTANG YANG BERSINAR

TERLAMBAT MENYADARI
BAB 2 Sub 2 : BINTANG YANG BERSINAR

Sebuah Cerpen Kisah Nyata Karya Inspiratif Perjuangan Perempuan Berhati Emas

Naskah : Tri Mulyani MPd
Penyunting Naskah : Rahmat Budianto

Deskripsi :

“Disatu sisi ada potensi besar yang ada dalam diri Mamad, aku harus menfasilitasi hal itu agar berkembang dengan optimal. Namun disisi lain ada hambatan besar yang menghadang ketika memasuki pintu pembelajaran. Melihat kondisi Mamad yang seperti itu, bu Maya menyarankan untuk pindah sekolah saja. Pindah ke sekolah Inklusi dengan menggunakan guru pendamping khusus”.

Ilustrasi

Dibuatnya cerpen kisah nyata ini dengan harapan menjadi tambahan literasi bagi semua terutama bagaimana cara menerapkan Sistem belajar ‘Inklusi’ yang benar benar tepat sasaran sehingga tujuan untuk menjadi anak anak kita menjadi anak yang berguna dengan kemanfaatan dan kemaslahatan untuk orang banyak bahkan untuk umat dan negara , Minimal kemampuan kemandirian dalam menghadapai dan memecahkan persoalan yang dihadapi nya. Cerpen ini sangat Bagus di baca oleh semua orang dan juga tenaga pendidik khusus nya pada kurikulum untuk kelas Inklusi dan kurikulum Merdeka serta untuk masyarakat pada umumnya.

SUB II.Bagian 2
“TERLAMBAT MENYADARI”

Keesokan harinya Mamad aku ijinkan pada gurunya untuk tidak masuk sekolah, dia akan aku bawa ke terapis utuk diobservasi. Aku harus bergerak cepat agar segera ketemu solusinya. Apalagi usia Mamad juga sudah hampir 8 tahun. Ada sedikit kekhawatiran dalam diriku kalau nantinya terlambat untuk mengatasi dari permasalahan yang di hadapi Mamad akan berakibat kurang baik di kemudian hari.

Aku sengaja datang awal ditempat terapi, harapannya belum ramai antrian. Bener saja, tempat terapi masih sepi. Mamad jadi yang pertama untuk ditangani. Aku dan Mamad memasuki ruangan pak Tri sebagai kepala okupasi terapi. Setelah memberi salam kami dipersilahkan duduk oleh beliau. Seperti biasanya, Mamad tidak mau duduk namun pergi ke ruang terapi dan melihat – lihat sambil mencoba peralatan untuk terapi yang sangat banyak jenisnya.
“Silahkan ibu mungkin ada yang bisa saya bantu” kata pak Tri mengawali percakapan kami. “Iya pak, begini sebetulnya saya kuarng tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan Mamad. Tapi kemarin gurunya menginfokan kalau mamad sementara tidak bisa naik kelas…” aku menceritakan apa yang terjadi pada anak ku Mamad. Aku sampaikan semua ke pak Tri tentang kondisi Mamad. Tentang bagaimana saat belajar di kelas yang tidak fokus, sering melamun, suka bingung saat belajar membaca, tentang control pipisnya yang kurang baik, dan sebagainya. “bu, apakah adik sudah bisa naik sepeda?” pak tri melanjutkan pertanyaan. “Belum pak, takut katanya” jawabku. “Hmmm….” Jawab pak Tri sambil manggut – manggut.
“Ijin sebentar ya bu” kata pak Tri sambil melangkah meninggalkanku menuju Mamad. Aku hanya melihat dari jauh apa yang dilakukan pak Tri pada Mamad. Sederhana sebetulnya perlakuannya, tapi hanya orang – orang yang menguasai ilmu terapi yang bisa memahami maknanya.

Setelah tiga puluh menit kemudian pak Tri selesai melakukan observasi pada Mamad, kemudian menghampiriku. Ada perasaan tidak menentukan di hatiku. Namun aku berusaha siap hati dan pikiran, untuk mendengarkan penjelasan pak Tri tentang kekurangan yang dialami Mamad berdasarkan hasil observasi tadi. “Begini ibu, berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan tadi, ada beberapa hal yang kurang pas dan harus dibenahi”. aku mendengarkan dengan seksama apa yang dijelaskan pak tri. aku tidak ingin ada yang terlewatkan dari pendengaranku, karena ini sangat penting bagi upaya perbaikan kondisi Mamad. “Apakah adik sudah bisa naik sepeda?” pak Tri mengulang pertanyaan nya padaku. “Belum pak, karena setiap kali saya suruh untuk berlatih selalu bilang kalau takut padahal masih memakai roda tambahan di kiri dan di kanan” jawabku berusaha menjelaskan. “Oke, dari observasi tadi memang terlihat kalau adik keseimbangannya kurang baik”. Pak Tri melanjutkan penjelasannya. “Solusinya adik harus dibawa pada aktifitas – aktifitas yang jauh dari gravitasi, misalnya bermain ayunan, panjat – panjat dinding atau tali seperti pada fying fox”. Pak Tri juga mengatakan bahwa Mamad harus banyak bermain di air, dan akan lebih baik kalau bisa berenang. PR di rumahnya Mamad harus bisa naik sepeda roda 2.

Ilustrasi

Sendi – sendi alat gerak atas Mamad juga belum matang. Maksudnya belum cukup siap untuk melakukan aktifitas – aktifitas berat untuk anak seusia Mamad. Misalnya untuk aktifitas menulis, Mamad masih mudah sekali merasa lelah. sehingga saat menulis baru dapat beberapa huruf saja sudah berhenti karena merasa capek.

Saat melempar sesuatu, misalnya bola juga sering tidak tepat sasaran. melenceng dan berbeda arah.
Mamad juga mengalami gangguan konsentrasi, menurut pak Tri hal itu akibat dari gangguan pada alat gerak atas. disamping itu ada perasaan takut yang berlebihan dan perasaan tidak nyaman. terutama pada tempat baru dan orang – orang baru.Dlam hati memang aku akui, apa yang sampai Pak Tri adalah benar. Konsentrasi Mamad sangat pendek, dan mudah sekali terganggu. Sering kali menutup telingga saat belajar.

Saat bepergian dan bertemu dengan orang baru bagi Mamad itu hal yang tidak dia sukai. walaupun itu saudara kalau jarang bertemu, anggapan Mamad itu adalah orang asing. disuruh bersalaman dan menyapa bisa dipastikan dia akan menolaknya. karena dia menganggap itu adalah orang asing. Pernah suatu kali Mamad bilang kalau tidak boleh berbicara dengan orang asing karena berbahaya. entah dapat dari mana kalimat itu. dan itu melekat kuat diingatannya.

Demikian pula dengan tempat – tempat yang baru, dia akan merasa tidak nyaman. sehingga saat bepergian harus ada saya agar dia merasa lebih nyaman. Panjang lebar pak Tri menjelaskan tentang kekurangan yang dialami Mamad. aku mendengarkan dengan seksama. banyak pekerjaan rumah yang harus aku lakukan demi perbaikan kondisi Mamad. Maki membuat pusing sebetulnya. Namun setidaknya saya sudah punya gambaran tentang apa yang harus saya lakukan demi memperbaiki Mamad.

Sedikit lega karen sudah mendapat solusi dan pencerahan.
Beberpa hari kemudian tiba waktu untuk memenuhi janji bertemu dengan psikolog. Aku bersama Mamad dan ayahnya pergi dengan naik taksi online. Karena tidak memungkinkan bagi kami untuk mengendarai sepeda motor. Ayah Mamad mengalami serangan strok dan belum pulih. Tiba di tempat psikolog kami langsung diterima oleh petugas disitu. Mamad diajak masuk ke suatu ruang bersama petugas yang akan memberi tes. Kami tidak boleh ikut masuk ke ruangan tes. Sehingga kami menunggu di luar di tempat yang sudah disediakan.

Cukup lama kami menunggu. Setelah satu setengah jam Mamad keluar menemui kami. Hasil tes belum bisa kami ketahui. Kami harus membuat janji lagi setelah satu minggu. Ternyata tidak bisa langsung aku ketahui, masih harus menunggu lagi. Sebetulnya rasanya sudah tidak sabar ingin mengetahui hasilnya, tapi mau bagaimana lagi. terpaksa harus menerima dan bersabar untuk menunggu hasilnya keluar.

Seminggu kemudian tiba waktunya untuk kembali ke tempat bu Maya, psikolog tempat Mamad melakukan tes. Hari ini hasil tes diberikan dan sekalian konsultasi. sampai disana langsung bisa bertemu dengan bu Maya. Setelah mengucapkan salam dan bersalaman kami dipersilahkan duduk. Aku memulai pembicaraan. “Ibu bagaimana hasil tes anak saya?” Bu Maya membacakan satu persatu hasil tes Mamad. Aku mendengarkan dengan perhatian karena tidak ingin ada yang terlewatkan. Pertama kali bu Maya menyampaikan bahwa Mamad mengalami gangguan belajar Disleksia, Disgraphia dan Diskalkulia.

Mendengar penjelasan dari bu Maya membuatku lemas tanpa tulang rasanya tubuhku. Bagaimana tidak, dileksia, disgraphia dan diskalkulia….. ketiganya melekat pada anaku! “Ya Robb… bagaimana aku harus menghadapi ini semua?” ucapku setengah berbisik.

Bu Maya melanjutkan berbicara, “Ananda memiliki tingkat konsentrasi yang rendah, kesulitan dalam merangkai huruf, kesulitan dalam membedakan bentuk huruf, gerak otot tangan masih kaku, gerak tubuh yang aktif membuat konsentrasi sulit untuk fokus, rasa tanggung jawabnya terhadap tugas juga masih rendah”.
Anaku memang secara fisiknya lengkap, tetapi kenapa isinya seperti itu…?!, Aku hanya mampu menangis dalam hati. Namun aku berusaha untuk tegar. Selama ini Mamad kecil sudah sangat berat menjalani hidupnya, aku tidak mau membuatnya menjadi semakin berat dan sedih
“Maafkan ibu ya nak, ibu terlambat menyadari keadaanmu” bisiku lirih. Aku berusaha sekuat tenaga agar tidak menitikan air mata.

Ilustrasi

Bu Maya melanjutkan berbicara, “itu tadi kelemahan yang dimiliki ananda bu, namun ibu jangan sedih disamping itu ananda juga memiliki potensi yang luar biasa besar”. Orang tua mana yang tidak sedih kalau kondisi anaknya seperti itu, gerutuku dalam hati. “Dengan menggunakan skala Wechsler, ananda memiliki tingkat kecerdaasn dalam kategori Very Superior (sangat cerdas) dengan total score 130” lanjut bu Maya. Dalam keseharian Mamad kecil memang kritis terhadap lingkungan sekitar, berbeda dengan teman – teman seusianya.

“Ananda memiliki bakat dalam bidang kegiatan alam dan sains, lebih tertarik pada kegiatan yang melibatkan gerak dan lebih menyukai pada perubahan serta hal – hal baru dalam kehidupannya” lanjut bu Maya. Ada perasaan campur aduk dalam hatiku. Disatu sisi ada potensi besar yang ada dalam diri Mamad, aku harus menfasilitasi hal itu agar berkembang dengan optimal. Namun disisi lain ada hambatan besar yang menghadang ketika memasuki pintu pembelajaran. Melihat kondisi Mamad yang seperti itu, bu Maya menyarankan untuk pindah sekolah saja.

Pindah ke sekolah Inklusi dengan menggunakan guru pendamping khusus. Ada 2 sekolah inklusi yang direkomendasikan oleh bu Maya, salah satunya adalah MIM PK Kartosuro. Lumayan jauh dari rumahku, perjalanan kurang lebih 30 menit dari rumah. (Tamat).

Bersambung BAB 3