CERPEN  

TERLAMBAT MENYADARI

Loading

“TERLAMBAT MENYADARI”
BAB 2: BINTANG YANG BERSINAR

Ilustrasi

Naskah : Tri Mulyani MPd
Penyunting Naskah : Rahmat Budianto

Deskripsi :

“BINTANG YANG BERSINAR”, Sebuah Cerpen Kisah Nyata Karya Inspiratif Perjuangan Perempuan Berhati Emas.

Tri sangat mencintai anak- anaknya sama seperti seorang ibu yang lainnya, bagaimana dirinya memperjuangkan untuk bisa membentuk Mamad menjadi anak laki-laki yang normal bahkan punya kelebihan dan membanggakan seperti anak laki pada umumnya , Dimana Mamad adalah sosok seorang anak disabilitas yang memerlukan perhatian secara khusus (inklusi) dimana Mamad mempunyai kemampuan kurang dalam hal kemandirian dan daya konsentrasi , serta mudah droup terutama pada saat jiwa dan pemikiran nya tertekan , ia akan mudah trauma saat emosi yang muncul dalam diri nya tak dapat ia kendalikan.

Mamad juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak lain seusianya di mana ia memiliki Nilai Kecerdasan IQ 130 , ketertarikan nya kepada hewan dan lingkungan nampak pada saat dia melakukan pengamatan (odservasi) yang mendalam tentang proses perkembangan ulat menjadi kupu kupu, keberadaan kura kura saat keluar dari kolam dan lainnya.

Dengan tekat dan rasa kasihnya tri berjuang seorang diri untuk memberikan dedikasinya serta perhatian kepada putra nya Mamad dengan terkadang di bantu putrinya Nisa yang juga memberikan perhatian kepada Mamad sebagai adik satu satunya.

Di angkatnya Cerpen kisah nyata ini dengan harapan menjadi tambahan literasi bagi semua terutama bagaimana cara menerapkan Sistem belajar ‘Inklusi’ yang benar benar tepat sasaran sehingga tujuan untuk menjadi anak anak kita menjadi anak yang berguna dengan kemanfaatan dan kemaslahatan untuk orang banyak bahkan untuk umat dan negara .

Minimal kemampuan kemandirian dalam menghadapai dan memecahkan persoalan yang dihadapi nya. Cerpen ini sangat Bagus di baca oleh semua orang dan juga tenaga pendidik khusus nya pada kurikulum untuk kelas Inklusi dan kurikulum Merdeka serta untuk masyarakat pada umumnya.

SUB II.Bagian1
“TERLAMBAT MENYADARI”

Hasil penilaian tengah semester genap sudah akan dibagikan. Orang tua diminta untuk menggambil hasilnya pada wali kelas masing – masing. Begitupun kelas Mamad, orang tua diharapkan hadir di sekolah untuk mengambilnya. Sesibuk apapun aku, pasti aku sempatkan untuk bisa hadir di sekolah anak – anaku jika ada undangan untuk suatu keperluan. Apalagi untuk mengambil hasil belajar, aku berusaha untuk bisa hadir.

Aku temui bu guru Yulan di ruang kelas. Setelah mengucapkan salam dan berjabat tangan, aku dipersilahkan untuk duduk. Bu guru Yulan mulai bercerita tentang keadaan Mamad di sekolah. “Ibu mohon maaf terpaksa untuk tahun ini mas Mamad tidak naik dulu, karena membacanya belum lancar.

Kasihan nanti kalau dipaksakan naik, karena di kelas dua anak sudah harus mandiri untuk membaca materi” kata bu guru Yulan. Hancur perasaanku saat itu. Bagaimana tidak?! , Bagaimana tidak hancur perasaan orang tua jika diberi tahu anaknya bakal tinggal kelas? Ya Allah…bagaimana aku harus menghadapi ini?, Bagaimana aku menjelaskan ke Mamad kalau dia tinggal kelas? Rasanya hilang semua tulangku, lemas tak berdaya.

Dengan tubuh gontai aku tinggalkan ruang kelas bu Guru Yulan. Tidak lagi ku hiraukan apa yang ada di sekelilingku. Aku berjalan menuju tempat parkir kendaraan untuk mengambil motorku. Aku tidak ingin kemanapun, aku hanya ingin segera sampai di rumah. Agar aku bisa menenangkan diri, menata hatiku yang hancur. Aku biarkan air mataku mengalir bagai air sungai. Tidak bisa ku bendung lagi.

“Ya Allah …..berat sekali kenyataan ini”, ucapku lirih untuk Tuhanku. Aku mencoba untuk tegar. Aku bangkit dan berjalan ke belakang untuk mengambil air wudlu. Aku ingin sholat, akan aku adukan semua perasaannku kepada Allah. Ini semua memang sudah takdirNya. Namun begitu, aku butuh waktu untuk menenangkan diri.

Waktu terus berjalan. Hari – hari ku lalui dengan kesedihan dan kebingungan. Berbagai pertanyaan selalu berputar – putar dikepalaku. Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku bisa keluar dari masalah ini?, Bagaimana dengan masa depan Mamad kalau masih seperti ini? Semakin aku pikirkan semakin berat rasanya kepalaku.

Pada suatu hari aku ngobrol dengan teman kerjaku, aku mencoba menceritakan kondisi anaku. Aku berharap dengan aku bercerita pada orang lain bisa sedikit mengurangi beban di hatiku. Atau bahkan bisa menekan jalan keluar. Ada pepatah mengatakan dua kepala lebih baik dari satu kepala. “Dik, aku mau curhat bisa, kau sedang bayak kerjaan ndak?” tanyaku padanya setelah aku duduk di depannya. “iya bu, bisa monggo ada apa?” jawabnya.

“Mamad dik, kemarin guru kelasnya menyampaikan kalau Mamad tahun ini tidak naik kelas …” aku bercerita sambil berderai air mata karena tidak bisa menahan kesedihan. “Lah … kok bisa?!” jawab temanku dengan keheranan. “iya dik, kata gurunya kalau di kelas Mamad tidak mau menulis, sering tidak fokus juga” jawabku atas keheranannya. “Tidak mau atau tidak bisa ibu?” lanjutnya. “Kalau di rumah bisa menulis walaupun dia masih sambil mengeja, tapi memang konsentrasinya mudah sekali beralih”.

Percakapan kami makin panjang lebar.
‘Kenapa baru disampaikan sekarang kalau memang ada masalah?’ tanyanya lebih lanjut. “Pada pertemuan kemarin dulu memang gurunya sudah menyampaiakn kalau Mamad masih kesulitan dalam membaca” jawabku. “Padahal di rumah seslalu belajar membaca denganku, sampai aku bela – belain ikut training dan membeli lisensi untuk les khusus membaca agar aku bisa ngajari Mamad dengan lebih menarik sehingga lebih bisa melekat di ingatan” lanjutku.

Diskusi kami sangat panjang. Tadinya hanya ada dik Pipit yang mendengarkan ceritaku. Hingga ada beberapa orang yang ikut mendengarkan. Tidak apa-apalah, aku tidak malu dengan kondisi anaku, karena aku tahu teman – teman ku ini tidak akan mengolok-olokku tapi mereka akan ikut memberi jalan keluar.

Bu Arma yang lulusan psikologi dari tadi ikut mendengarkan pembicaraan kami memberi soulsi untuk mencoba konsultasi kepada Psikolog. “Bu konsultasi dengan psikolog saja bu, nanti akan ketahuan kenapa mamad susah konsentrasi, susah fokus, sering melamun, juga kenapa bisa kalau membaca suka bingung kalau bentuk huruf yang hampir sama” jelas bu Arma.

“Iya ibu, coba konsultasi dengan psikolog pasti nanti akan ketahuan penyebabnya dan pasti juga akan diberi solusi”lanjut dik Pipit menimpali. Mungkin memang benar psikolog tempatnya, karena dia yang lebih tahu tentang membaca kondisi kejiwaan dan pikiran seseorang. Dan psikolog pasti juga tahu kemungkinan jalan keluar dari suatu persoalan. Pikirku saat itu. “Iya ya dik, kan mereka yang tahu ilmunya tentang kejiwaan dan semua yang berkaitan dengan itu” sambungku. “Iya bu” jawab bu Arma.

“Ibu sebaiknya dik Mamad juga dikonsultasikan ke okupasi terapi, coba bawa ke pak Tri biar nanti di observasi. Mungkin ada yang bisa diperbaiki dengan okupasi terapi” lanjut dik Pipit. Alhamdulillah, seperti ada sedikit pencerahan di tengah kegelapan. Saya ngobrol panjang lebar bersama teman- teman kerja tentang masalah yang di hadapi Mamad. Aku sangat bersyukur memiliki teman – teman yang sangat baik, yang begitu besar rasa kepeduliannya terhadap kesulitan yang kuhadapi.

Sampai di rumah aku mencoba mengghubungi kontak dari psikolog yang diberikan oleh bu Arma. Aku mulai dengan ucapaan salam dan mencoba memperkenalkan diri. Alhamdulillah ibu Maya namanya sang psikolog juga sedang online sehingga langsung di balas. Aku cerita tentang kondisi Mamad dan minta dibuatkan jadwal untuk konsultasi.

Alhamdulillah bu Maya bisa langsung memberi jadwal hari dan jam nya. Masih harus menunggu beberapa hari memang, tetapi tidak masalah yang penting sudah teragendakan.

Bersambung.. SUB 2