BANDUNG , (LDN)– Ketua DPD PWRI (Persatuan Wartawan Republik Indonesia) Jawa Barat, Ir. Budi Suyitno merasa prihatin dengan proses Pemilihan Rektor (Pilrek) UNPAD yang berjalan sangat keras dan terkesan politis. Pemilihan rektor di kampus apapun seharusnya dapat berjalan dengan efisien dan damai apabila elit kampus mampu memegang teguh nilai-nilai luhur perguruan tinggi, khususnya nilai integritas.
“Warga kampus selalu diajarkan untuk menjunjung tinggi integritas, yaitu bagaimana berperilaku etis, jujur, dan adil. Mereka yang memiliki hak bicara dan hak suara di MWA (Majelis Wali Amanat), juga mereka yang menjadi Calon Rektor (Carek), seharusnya menjadi teladan dalam hal integritas. Jika terdapat Carek yang integritasnya dipertanyakan orang, maka semuanya perlu menelusuri dan mengklarifikasi masalahnya hingga tuntas. Hanya dengan demikian, kehormatan UNPAD dapat dijaga,” ujar Ir. Budi Suyitno ketika diminta tanggapannya mengenai proses Pilrek yang berulangkali tertunda, Minggu (7/4/2019).
Insan Pers yang tergabung dalam wadah PWRI menganggap bahwa kehormatan marwah UNPAD harus dijaga dan kredibilitas MWA (Majelis Wali Amanat) dipertaruhkan jika figur terpilih dalam Pilrek kelak adalah sosok yang dianggap memiliki ‘cacat’ integritas. Karena itu, PWRI sangat peduli terhadap perkembangan dunia pendidilan khususnya terhadap proses Pilrek yang terkesan ditunda – tunda dan kami meminta MWA memperhatikan dengan serius rekomendasi lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) agar Pilrek mengakomodasi laporan-laporan mengenai rekam jejak para Carek.
Seperti diketahui, ada 3 kandidat Carek yaitu Prof. Obsatar Sinaga, Prof. Aldrin Herwany dan Prof. Atip Latipulhayat. Pilrek yang sedianya berakhir pada Oktober 2018 mengalami penundaan setelah ORI meminta MWA mempertimbangkan laporan masyarakat mengenai rekam jejak Carek. Rekomendasi tersebut dikeluarkan ORI menyusul adanya pengaduan dari masyarakat bahwa MWA ‘mengabaikan’ laporan mengenai dugaan tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh Carek Obsatar Sinaga kepada (mantan) istrinya.
PWRI menilai bahwa kalangan MWA dan civitas academica perlu mendorong pihak kepolisian untuk bersuara mengenai peristiwa dugaan KDRT tersebut sehingga dapat diketahui benar atau tidaknya tuduhan yang dialamatkan kepada Obsatar.
“Kita harus adil dong. Jika polisi menyatakan benar (ada) peristiwanya, maka MWA dapat menggunakannya sebagai alasan untuk tidak memilih Prof Obsatar. Jika polisi menyatakan tidak ada peristiwanya, ya harus diumumkan kepada publik agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” jelas Budi.
PWRI sendiri berinisiatif beraudensi kepada Kepala Polrestabes Bandung untuk mengetahui kejelasan mengenai kasus dugaan KDRT itu. Kita berharap, kepolisian dapat memberikan informasi yang jernih mengenai kasus tersebut sehingga masyarakat pendidikan khususnya segenap warga UNPAD dapat bersikap secara adil dan bijaksana. Penjelasan kepolisian juga dapat menjadi bahan bagi MWA untuk melanjutkan proses Pilrek UNPAD ke tahap pemilihan.(red).