“MENCARI KENIKMATAN SHALAT”

Foto; ilustrasi

Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin QS.  Tokoh Tasawuf Abad 20

(lebih di kenal Oleh Murid dan Pengikutnya sebagai Pengersa Abah Anom RA).

TASAWUF

“MENCARI KENIKMATAN SHALAT”

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma shali ‘alã Muhammad wa ãli Muhammad wa ‘ajjil farajahum

Oleh : KH. Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat, MSc . “ketika kita membantu orang-orang menderita dan orang-orang miskin, janganlah berfikir bahwa kita membantu. Pada hakekatnya kitalah yang dibantu mereka. Antara lain kita dibawa lebih dekat kepada Allah swt. Kita dibawa untuk memperoleh kenikmatan yang lain dari shalat .

(Jalan Rahmat). KH Dr. Jalaludin Rakhmat, MSc

“Ada kawan saya yang mendatangi beberapa guru, belajar beberapa aliran tarekat, dengan maksud ingin merasakan “kenikmatan sholat” . Dari gurunya dia diberi bermacam-macam bacaan yang harus diucapkan sebelum shalat , agar shalatnya memperoleh kekhusyukan dan kenikmatan.

Pernah dia shalat bersama kawannya yang lain. Semua orang menangis terisak-isak dia sendiri tidak bisa menangis. Dia memandang kenikmatan shalat berasal dari tangisan. Makin keras menangis, di waktu shalat, makin banyak air mata keluar, makin terasa shalat itu nikmat baginya.

Kawan saya ini, seorang purnawirawan, sukar sekali menangis kalau shalat. Tetapi dia bercerita kepada saya bahwa dia mudah menangis, kalau dia melihat dalam televisi atau mendengar dari pesawat radio,seorang anak manusia yang menderita karena dianiaya atau disakiti hatinya. Di situ dia memperoleh kenikmatan dalam menangis. Tangisan yang sama tidak bisa dia keluarkan ketika dia shalat.

“Kawan saya itu bertanya bagaimana caranya menangis dalam shalat. Dia ingin merasakan kenikmatan shalatnya. Pada saat itu saya katakan kepadanya, “Bapak lebih baik menangis ketika melihat penderitaan orang lain ketimbang menangis pada waktu shalat. Menangis yang pertama lebih bermanfaat ketimbang menangis yang kedua. Menangis di waktu shalat mungkin hanya menguntungkan diri anda saja. Boleh jadi, tidak ada bekasnya sesudah itu”

Dia menukas, “Betul. Saya pernah menyaksikan seseorang dalam rombongan jama’ah haji. Ketika shalat di Masjidil Haram, dia menangis keras. Tetapi begitu keluar dari Masjidil Haram, dia tertawa terbahak-bahak. Tidak tampak bekas tangisan itu sesudahnya.

Buat saya, kenikmatan shalat tidak diukur dengan kemampuan menangis. Memang tidak ada jeleknya menangis ketika shalat. Nabi sendiri mangajarkan kepada kita untuk menangis. Beliau saw bersabda:”Kalau kamu tidak bisa menangis, maka usahakan supaya kamu dapat menangis.”

Siti Aisyah pernah bercerita, segera saja setelah Rasulullah SAW mengangkat tangannya _takbiratul ihram, ketika beliau saw memasuki surah yang dibacanya, Rasulullah menangis terisak-isak. Begitu pula ketika sujud. Janggutnya basah dengan air matanya.
Usai shalat, ketika Bilal memberitahu bahwa sesaat lagi akan masuk waktu subuh, Rasulullah SAW masih terisak-isak menangis. Bilal bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu baik yang terdahulu maupun yang kemudian ?”,Rasulullah saw menjawab, “Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur ?”.

Kemudian Rasulullah bersabda :”Pada malam ini turun satu ayat Al Qur’an. Celakalah orang yang membaca ayat Al Qur’an ini, tapi tidak merenungkan maknanya”. Kemudian Rasulullah saw membacakan ayat :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.(QS. 3:190)

Rasulullah SAW shalat dalam keadaan menangis. Para awliya’ orang-orang yang saleh, juga menangis pada waktu shalat. Kita juga dianjurkan, kalau bisa, shalat dalam keadaan menangis.

Karena orang melihat contoh dari Rasulullah SAW, sahabat, dan para kekasih Allah, maka mereka menduga bahwa kenikmatan shalat hanya terletak pada tangisan. Kalau dia tidak bisa menangis pada waktu shalat, maka orang membuat cara bagaimana menciptakan suasana agar bisa menangis ketika berdoa. Sehingga ada yang kita sebut “rekayasa spiritual(spiritual engineering)

Dahulu, dan mungkin belakangan ini, ada anak-anak muda yang dididik dalam _training-training,_ apakah itu pesantren kilat, atau studi Islam Intensif, atau apa saja namanya. Pada hari terakhir acara, biasanya pada tengah malam, diadakan apa yang disebut renungan suci. Renungan suci ini dinilai berhasil apabila semua peserta menangis. Lebih berhasil lagi kalau mereka menangis histeris.

Mereka berkata bahwa dengan tangisan itu orang merasakan kenikmatan shalat. Sekali lagi, itu tidak salah, kalau bisa, menangislah ketika shalat. Sadari segala dosa-dosa dan perbuatan yang tercela. Mohon ampunan di waktu shalat.

Akan tetapi, biasanya dari pengalaman banyak orang dan juga seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, shalat dengan menangis itu umumnya hanya bisa dilakukan kalau kita sedang melakukam shalat malam (shalat tahajud).”Saya belum membaca keterangan hadits Rasulullah saaw bahwa beliau menangis pada waktu sholat fardhu.Kita hanya mendengar riwayat “tangisan Rasulullah saaw itu ketika beliau melakukan shalat sunnat, terutama sekali shalat malam.
Nabi mengajarkan kepada kita bagaimana cara melakukan shalat malam. Di bawah ini saya akan menyampaikan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Dengan mengikuti petunjuk Nabi, saya menjamin bahwa saudara akan terisak-isak menangis ketika melakukannya.

Ketika shalat malam, shalatlah dua rekaat-dua rekaat, karena Rasulullah SAW paling sering melakukan shalat malam dua rekaat-dua rekaat ( matsna-matsna)
Sesudah empat kali dua rekaat (berarti delapan rekaat) Anda lakukanlah shalat dua rekaat lagi yang disebut dengan ‘shalat syafa’ Pada rakaat pertama, anda baca surah Al-Fatihah dengan Al-Kafirun; dan pada rekaat yang kedua, Anda baca surah Al-Fatihah dengan Al-Ikhlash. Kemudian lakukanlah shalat witir satu rekaat. Bacalah surat Al-Ikhlas, surah Al-Falaq, dan Surah Al-Nas. Kemudian bacalah istighfar sebanyak tujuh puluh kali (astaghfirullaha rabbi wa atubu ilayh)
Memohon ampun di waktu dini hari, pada saat shalat malam, ditegaskan di dalam Al Quran sebagai salah satu tanda orang-orang yang bertakwa.

“Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah”
(QS 51:18)

Setelah _istighfar,_ sebelum rukuk, bacalah doa; “hadza maqamul ‘aidzi bika minannar,(Ya Allah, inilah aku yang berlindung kepada-Mu dari api neraka)_ sebanyak tujuh kali.

Sesudah itu, mohonkanlah ampunan bagi kaum mukminin dan mukminat. Sebut nama mereka satu per satu, paling sedikit empat puluh orang. Ucapkanlah “Rabbighfirli…wa…, dan seterusnya. Kemudian kita berdoa apa saja, lalu kita rukuk, iktidal, sujud, tasyahud, dan seterusnya.

Insya Allah, Anda akan merasakan kenikmatan menangis pada waktu dini hari. Menangis di hadapan Allah SWT. Ini semua dilakukan pada saat shalat sunnat, tidak pada shalat fardhu.

Mengapa ? Pada shalat fardhu, kita dianjurkan untuk memperpendek bacaan shalat, karena boleh jadi ada orang yang hendak melakukan keperluannya di tempat lain. Mungkin juga ada orang yang sangat tua, atau ada di antara pengikut shalat yang sedang sakit. Karena itu Rasulullah hanya memperpanjang shalatnya pada saat beliau melakukan shalat  malam. Pada shalat fardhu, Rasulullah tidak melazimkan shalat yang panjang.

Saya kira, menangis yang tulus, tanpa rekayasa, adalah menangis pada waktu kita melakukan shalat sendirian.

Kalau kita menangis dalam keadaan ramai-ramai, maka boleh jadi penyebab tangisan itu adalah sugesti kelompik; karena kita mendengar orang lain terisak-isak, kita ikut menangis juga.

Mungkin ada orang yang tulus juga dalam menangis pada shalat bersamaan itu, teapi saya kira lebih tulus lagi kalau Anda menangis pada waktu sendirian, ketika kita berduaan dengan Allah SWT. Tangisan yang keluar spontan adalah tangisan yang ikhlas. Dan mata yang menangis karena Allah SWT adaoah mata yang tidak akan disentuh api neraka

Tetapi, sekali lagi, apakah betul kenikmatan shalat itu hanya terletak pada waktu menangis saja ? Dalam sebuah hadits qudsi pernah diungkapkan tanda-tanda orang yang shalatnya diterima oleh Allah swt. Artinya, kalau seseorang menemukan tanda-tanda seperti yang diungkapkan oleh hadits tersebut dalam shalatnya, maka insya Allah dia akan menerima kenikmatan shalat dalam bentuk yang lain. Dia akan merasakan manfaat di dalam kehidupannya. Ada kenikmatan tertentu yang dia peroleh dari shalatnya. Bukan hanya kenikmatan menangis saja, tetapi juga kenikmatan yang lain.

Kalau selama ini shalat kita belum mendatangkan kenikmatan, maka besar kemungkinan shalat kita belum diterima oleh Allah swt. Rasulullah saw yang mulia bersabda: Pada hari kiamat nanti ada orang yang membawa shalatnya kepada Allah swt. Kemudian dia mempersembahkan shalatnya kepada Allah swt. Lalu shalatnya dilipat-lipat seperti dilipatnya pakaian yang kumal kemudian dibantingkan ke wajahnya. Allah tidak menerima shalatnya.”

Banyak sekali orang, yang shalat dan shalatnya akan dibantingkan ke wajahnya, ditolak oleh Allah swt. Bahkan ada yang celaka dengan shalatnya.
Allah swt berfirman : Celakalah orang-orang yang shalat, Yaitu orang-orang yang melalaikan shalatnya” (QS. 107:4-5)

Tanda-Tanda Shalat yang Diterima Allah swt

Lalu, apa tanda-tanda shalat yang diterima oleh Allah swt ? Kalau anda memiliki tanda-tanda yang disebutkan dalam hadis qudsi ini, maka itu pertanda Anda menemukan kenikmatan shalat. Allah swt berfirman :

_”Sesungguhnya Aku hanya menerima sholat orang-orang yang merendahkan diri karena kebesaran-Ku, menahan dirinya dari hawa nafsu karena Aku, yang mengisi sebagian waktu siangnya untuk berzikir kepada-Ku, yang melazimkan hatinya untuk takut pada-Ku, yang tidak sombong terhadap makhluk-makhluk-Ku, yang memberi makan kepada yang lapar, yang memberi pakaian kepada orang yang telanjang, yang menyayangi orang yang terkena musibah, yang memberikan perlindungan kepada orang yang terasing.
Kelak cahaya orang itu akan bersinar seperti cahaya matahari. Aku berikan cahaya ketia dia kegelapan, aku berikan ilmu ketika dia tidak tahu, Aku akan lindungi dia dengan kebesaran-Ku. Aku suruh malaikat menjaganya, kalau dia berdoa kepada-Ku, Aku akan segera menjawabnya, kalau dia meminta kepada-Ku, Aku akan segera memenuhi permintaan-Nya. Perumpamaannya di hadapan-Ku seperti perumpamaan firdaus.”
_[Hadits Qudsi : *Kalimatullah Al ‘Ulya hlm 264]_

Tanda pertama, merendahkan diri

Para ulama mengatakan : kalau saudara sudah berdiri diatas sajadah, sudah mengangkat tangan untuk takbir, ketahuilah bahwa saduara sudah meninggalkan dunia ini, sudah meninggalkan Indonesia. Sudah meninggalkan planet bumi, saudara sudah mi’raj menghadap Allah swt seperti Rasulullah saaw, anda berada di sidratul muntaha”..

Seperti itulah Anda ketika melakukan shalat.Imam Al Ghazali,di dalam salah satu bukunya, pada bab “shalat,” menceritakan kisah salah seorang cucu Rasulullah saw, yang bernama Imam Ali Zaenal Abidin”.
_Zayn Al-‘Abidin artinya hiasan orang-orang yang ahli ibadah.
Ayahnya adalah Husain putra Fathimah az zahra. dan Fatimah adalah putri Rasulullah saw. Imam al Ghazali bercerita bahwa pada suatu hari orang melihat imam Ali Zaenal Abidin sedang berwudhu dan wajahnya berubah menjadi wajah yang pusat pasi.
Tubuhnya gemetar, ketika beliau ditanya : “Apa yang menimpa Anda ?”..
Imam Ali Zaenal Abidin menjawab, _*”Engkau tidak mengetahui di hadapan siapa sebentar lagi aku akan berdiri”.

Ketika berwudhu, Imam Ali Zaenal Abidin menyadari bahwa sebentar lagi beliau akan berdiri di hadapan _Rabbul Allamin,_ penguasa alam semesta ini. Karena itu, pada waktu wudhunya saja beliau sudah gemetar, sudah ketakutan, karena sebentar lagi akan menghadap Allah swt.

_Tanda kedua : *Menahan Nafsu*_

Orang yang diterima shalatnya oleh Allah swt, mampu mengendalikan dirinya dari hawa nafsunya. Pada hari kiamat nanti, kata Rasulullah saaw, ada orang-orang yag diistimewakan oleh Allah swt; dilindungi khusus sebagai orang-orang penting pada hari kiamat.
Salah satu diantara orang yang mendapat perlindungan ialah orang yang diajak kencan oleh seorang perempuan cantik, yang mempunyai pangkat yang tinggi, tapi dia menolak dari ajakannya seraya berkata, _*”Aku takut kepada Allah swt.”*_ itulah contoh orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya karena takut kepada Allah swt.

_Tanda ketiga : *banyak berdzikir*_

Tanda ketiga, mengisi sebagian siangnya atau memecah-mecah waktu siangnya untuk berdzikir kepada Allah.
Kita dianjurkan untuk berdzikir. Dalam Al Quran, *kita tidak diperintahkan untuk banyak melakikan amal saleh, tetapi disuruh melakukan aml sebaik-baiknya.* Al Quran Al-Karim menyebutkan:

_… Allah ingin menguji kamu siapa diantara kamu *yang paling baik amalannya*…_
_(QS. 11:8)_

Allah akan menguji manusia, siapa yang paling baik amalannya _( *ahsanu amalan* )_ dan bukan yang paling banyak amalannya _( *aktsaru amalan* )._ Dalam Al Quran, zikir ada yang diperintahkan untuk dilakukan sebanyak-banyaknya. Dan itu adalah *”berdzikir kepada Allah sebanyak-banyaknya”.*

_Tanda lainnya : *Solidaritas Sosial*_
Tanda-tanda yang lain ialah membiasakan hatinya takut kepada Allah. _*”Dia tidak sombong kepada makhluk-Ku. dia memberi makan kepada orang telanjang, dia menyayangi orang yang terkena musibah, dan memberi perlindungan kepada orang terasing.”*_

Kalau Anda sudah dapat melakukan hal-hal yang disebutkan di atas, maka wajah anda akab memancarkan cahaya yang bersinar seperti cahaya matahari.
Cahaya yang menerangi kegelapan. Allah akan memberikan ilmu disaat anda tidak tahu.

Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw menyebutkan bahwa *salah satu cara supaya kita dekat  dengan Allah swt ialah bersifat dermawan, senang membantu.* Rasulullah saw bersabda: _”Orang *yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan dekat dengah surga*_ kemudian Rasulullah saaw juga bersabda : _*”Orang yang bakhil jauh dari  Allah swt, jauh dari manusia, dan dekat dengan neraka”.*_
_(Biharul Anwar, 73/308)_.

Dalam hadits Qudsi yang lain Allah swt berfirman : _”Aku haramkan sorga kepada tiga orang; *orang yang bakhil, orang yang memberi kemudian menyusulnya dengan caci maki, dan orang yang suka mengadu domba, memecah belah umat Islam”*_

Rasulullah saaw bersabda, _”kalau shalat seseorang *tidak mencegah dia dari kemungkaran, maka shalatnya tidak menambah sesuatu kecuali shalatnya hanya akan menjauhkannya dari Allah swt”*_

Orang yang dermawan insya Allah akan menemukan kenikmatan dalam shalatnya. Dia memperoleh kenikmatan di dalam shalatnya, karena akan dijaga oleh para malaikat, diberi cahaya dalam kegelapan, dan diberi ilmu secara langsung oleh Allah swt.

Begitu mulianya orang-orang yang dermawan, sehingga walaupun ia berdosa besar, ia disukai Tuhan.

_”Ketika *Nabi Musa as* pergi ke bukit *Sinai* meninggalkan bani Israil, ia menitipkan Bani Israil kepada Nabi Harun as, disebutkan bahwa tidak lama setelah kepergian Musa as, orang-orang Bani Israil melakukan kemusyrikan atas bujukan seorang yang bernama *Samiri.* Samiri datang membawa patung emas, patung itu – entah bagaimana – bisa berbicara, dan dapat menjawab langsung permintaan  orang. Kemudian samiri mengajak orang untuj menyembah patung dari emas itu. Ketika Nabi Musa as kembali, diapangginya Samiri dan harus dihuium karena telah menyesatkab bani Israil. Semula Samiri akan dihukum mati oleh Nabi Musa, tapi kemudian malaikat Jibril as turun dan memberitahukan kepada Musa as supaya Samiri tidak dihukum mati. Dia malah diberi usia yang panjang. Allah swt berfirman, “Lepaskan dia dari hukujan mati karena walaupun dia memurtadkan banyak orang tetapi dia orang yang dermawan” Lantaran kedermawanannya, Allah mengistimewakan Samiri untuk tidak dihukum mati pada waktu itu”_

Dalam kisah yang lain diceritakan.
_”Pada suatu peperangan, banyak orang Yahudi yang di hukum mati. Ketika satu tawanan mau dihukum mati, tiba-tiba malaikat Jibril as datang memberitahukan kepada Rasulullah saaw. Supaya orang Yahudi itu dibebaskan. Diberitahukan bahwa orang Yahudi yang satu ini suka memberikan makanan, menjamu tamu, dan suka menolong fakit miskin. Ketika Rasulullah datang memberitahukan orang Yahudi itu bahwa dia dibebaskan, dia bertanya : “Mengapa ?” Nabi SAW menjawab, “Allah baru saja memberitahukan kepadaku bahwa kamu suka membantu orang miskin, suka menjamu tamu, suka memikul beban orang lain”. Kemudian Yahudi itu berkata, ” Apakah Tuhanmu menyukai prilaku seperti itu ?”. Nabi saaw menjawab : “betul, Tuhanku menyukai hal itu.” waktu itu juga orang Yahudi itu memeluk Islam. Dia masuk Islam karena sifat kedermawannya dicintai Allah swt.

Orang-orang yang suka memberikan pertolongan seperti itu insya Allah akan memperoleh kenikmatan shalat, selain pada tangisan.

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan menceritakan seorang pejabat tinggi, direktur sebuah bank nasional ternama di Jakarta,(Sekiranya beliau membaca tulisan ini, saya mohon maaf).
“Beliau bercerita dalam sebuah pertemuan, dia ingin sekali merasakan kenikmatan dalam shalat atau kenikmatan membaca Al Quran. Bukankah Al Qur’an mengatakan bahwa orang yang beriman itu ialah orang yang apabila dibacakan Al Quran akan bergetar hatinya.

Pak direktur itu telah membeli kaset-kaset Al Quran yang bagus-bagus dari Mesir, dan dari tempat-tempat yang lain di dunia. Dia dengarkan kaset-kaset itu. Dia tidak bergetar dan terguncang hatinya.

Sampai suatu saat, ia memulai satu kebiasaan yang sangat bagus. Senang membangu fakir miskin, senang mendatangi kampung-kampung kumuh, dan sejenisnya. Rumahnya yang besar dia pecah-pecah menjadi beberapa kamar yang diisi oleh anak-anak yatim yang dipungutnya dari kawasan miskin. Mereka diperlakukan seperti anaknya swnsiri; diurus, diberi makan, dan disekolahkan (beberapa tahun berikutnya dari anak itu ada yang berhasil).

_Ketika itu, ia berkunjung ke kampung kumuh dan miskin. Di situ ada suaru kecil. Ke suaru itu masuklah anak-anak miskin. Mereka bersama-sama membaca Al Fatihah. Entah bagaimana ayat Al Quran itu menggetarkan jauh dalam lubuk hatinya. Dia berlinang air mata, dia berkata,Kita membantu orang-orang miskin janganlah berfikir bahwa kita membantu. Pada hakikatnya kitalah yang dibantu mereka. Antara lain kita dibawa lebih dekat kepada Allah SWT”.

Rasulullah SAW, menyenangi tempat-tempat yang disitu kita menyantuni fakir miskin.
Kepada Aisyah, Rasulullah SAW berpesan, Wahai Aisyah, dekatilah orang-orang miskin. Cintai mereka, nanti Allah akan dekat dengan kamu”.

Tempat-tempat ketika kita membantu orang-orang yang teraniaya, orang-orang yang menderita, orang-orang yang miskin adalah tempat-tempat yang membawa kita lebih dekat dengan Allah swt. Insya Allah, apabila sesudah shalat, disusul dengan perbuatan-perbuatan tersebut, terutama menyantuni orang-orang yang menderita dan orang-orang miskin, maka kita akan memperoleh kenikmatan yang lain dari shalat itu. ?

(JR/Jalan Rahmat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *